Foto : Nek Siti beserta anak saat istirahat di sekitaran lampu merah Rantauprapat, Labuhanbatu. (lb.net/Tria Sinta)
Labuhanbatu – Tubuhnya tidak lagi dapat berdiri pada layaknya. Usia semakin tua membuatnya harus bertahan dengan posisi yang terus membungkuk.
Namanya Siti Hawa, usianya memasuki 103 tahun. Walau kulit kian mengeriput dan semakin hitam legam, tidak membuatnya surut mencari rezeki dalam menyambung kehidupan.
Sebagai seorang nenek yang telah lama ditinggal meninggal suami, mereka melanjutkan hidup dengan mengontrak sebuah rumah dibilangan Jalan Urip Sumoharjo Rantauprapat, Labuhanbatu, Sumut.
Ditemui awak media labuhanbatu.net, kemarin di pembatas badan jalan Ahmad Yani atau simpang 4 Pos Lantas Rantauprapat, Nek Siti begitu panggilan akrabnya, terlihat tidak sendiri.
Keberadaannya beserta anak dan cucunya yang masih berumur sekitar 6 bulan di persimpangan Traffic Light itu, bukan tidak beralasan.
Posisi simpang lampu merah di inti Kota Rantauprapat tersebut, menjadi satu lokasi mereka meraup rezeki. Caranya, dengan berharap belas kasih warga yang melintas.
Sesekali memungut barang bekas untuk kembali dijual, Nek Siti dan lainnya terlihat tidak merisaukan teriknya sengatan mentari siang itu.
Foto : Nek Siti saat istirahat di sekitaran lampu merah Rantauprapat, Labuhanbatu. (lb.net/Tria Sinta)
Saat bincang-bincang dengan wanita yang usianya sudah 103 tahun itu, banyak sudah kisah yang dilaluinya. Keterpaksaan membuat mereka harus mau memulung maupun meradai di sana.
Dia sebenarnya telah dilarang oleh putri anak satu-satunya ikut meminta-minta di persimpangan tersebut. Namun, karena enggan jauh dari anak dan cucunya, dia pun memilih ikut serta.
Putri semata wayangnya sendiri, telah menikah dengan seorang pengemudi becak. Maklum, penghasilan sekitar Rp30 ribu perhari, terbilang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Walau tubuh renta Nek Siti terbilang tidak lagi layak jika hingga harus berpanas-panasan, tetapi rasa sayang terhadap anak dan cucunya berusia sekitar 6 bulan, membuatnya terus bertahan.
Bahkan, hujan gerimis pun dia tidak akan beranjak meninggalkan simpang 4 ketika lampu jalan sedang berwarna merah. Rupiah demi rupiah mereka kumpul demi mencukupi kebutuhan.
Sangat tidak wajar jika Nek Siti tetap bertahan dengan terus berharap belas kasih, terutama terhadap cucunya yang rentan akan polusi akibat debu jalanan.
Foto : Nek Siti saat diwawancarai reporter labuhanbatu.net tidak jauh dari lampu merah simpang 4 Rantauprapat, Labuhanbatu. (lb.net/Tria Sinta)
Penghasilan mereka sekeluarga sendiri, masih terbilang kurang. Bayangi saja, dalam waktu hingga menjelang petang, jikapun didapat dikisaran angka Rp40 ribu rupiah perharinya, bahkan sering tidak mendapat.
Sejak dahulu, sambung Lesmari anak Nek Siti, mereka tidak pernah merasakan nikmatnya berbagai bantuan. Sampai kini, mereka tetap berharap suatu ketika menjadi peserta penerima bantuan kurang mampu dari pemerintah.
“Tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah setempat, kami cuma dapat sembako dari orang-orang Cina, kalau dari pemerintah belum pernah,” akunya.
Tidak hanya dari Lesmari, harapan penuh juga terlihat dari Nek Siti. Bahkan, Nek Siti tidak sungkan-sungkan memeluk salah seorang reporter labuhanbatu.net dan berucap agar dibantu mendapatkan bantuan pemerintah.
Usia terus bertambah, sangat dikhawatirkan Nek Siti terhadap keberlangsungan kehidupan cucunya. Jika berbicara jujur, ia sendiri ingin istirahat dikarenakan ketidakmampuannya lagi.
Dipenghujung bincang-bincang itu, Nek Siti tidak lupa mendoakan Labuhanbatu terus maju dan makmur. Kepada Bupati, dia berpesan agar kerendahan hati sang pemimpin juga sampai menyentuh kehidupannya.
“Bupati kita orang yang baik dan ramah, maka saya harap keramahan itu sampai jualah ke keluarga kami,” harap Nek Siti sembari menyeka air matanya.
Reporter : Tria Sinta
Editor : Julius
Penghasilan online adalah kunci kesuksesan Anda. https://crall.bode-roesch.de/crall